Gula Darah Ngedrop: Akibat Intervensi Eksternal, Bukan Penyebab Penyakit

Gula Darah Ngedrop: Akibat Intervensi Eksternal, Bukan Penyebab Penyakit

Dalam paradigma kesehatan modern, gula darah sering kali dijadikan patokan utama dalam menilai kondisi tubuh—apakah sehat atau sakit. Naiknya gula darah dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya, sementara turunnya gula darah dianggap sebagai tanda keberhasilan terapi. Namun, realitasnya justru sebaliknya.

Banyak kasus di masyarakat menunjukkan bahwa ketika gula darah turun drastis (hipoglikemia), seseorang bisa kehilangan kesadaran, bahkan meninggal dunia. Ini membuktikan bahwa gula darah ngedrop bukanlah tanda perbaikan, melainkan tanda bahwa tubuh sudah kehilangan kemampuannya untuk bertahan hidup. Ironisnya, kondisi ini sering kali terjadi akibat intervensi eksternal, seperti penggunaan obat-obatan penurun gula darah, yang justru bertentangan dengan mekanisme alami tubuh.

Naiknya Gula Darah: Bukti Tubuh Masih Mampu Bertahan Hidup

Ketika gula darah naik, itu sebenarnya adalah mekanisme alami tubuh untuk tetap bertahan hidup. Tubuh menaikkan gula darah bukan karena ingin “merusak” dirinya sendiri, tetapi karena sedang beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan energi, mempertahankan keseimbangan, serta menjaga sel-sel tubuh dari kekurangan oksigen (hipoksia).

Sayangnya, kenaikan gula darah sering kali dianggap sebagai sesuatu yang “jahat” yang harus segera ditekan. Padahal, tubuh tidak pernah melakukan sesuatu tanpa alasan. Jika gula darah naik, itu berarti tubuh sedang menjalankan mekanisme bertahannya. Mengintervensi mekanisme ini dengan obat-obatan yang menekan gula darah justru dapat menyebabkan tubuh kehilangan daya juangnya, hingga akhirnya menyerah.

Gula Darah Bukan Penyebab, Tapi Akibat

Penting untuk dipahami bahwa gula darah hanyalah akibat, bukan penyebab kerusakan tubuh. Yang menyebabkan kerusakan adalah faktor eksternal, yaitu pola hidup dan aktivitas yang tidak sesuai dengan fitrah alami tubuh.

Kerusakan tubuh tidak mungkin terjadi hanya karena gula darah tinggi, tetapi terjadi karena tindakan atau kebiasaan yang bertentangan dengan mekanisme alami tubuh. Jika tubuh mengalami gangguan, yang perlu diperbaiki adalah pola hidup dan aktivitasnya, bukan dengan menyalahkan atau menekan angka-angka dalam tubuh.

Solusi: Kembali ke Fitrah Sesuai Aturan Allah

Agar tubuh kembali sehat, yang harus dilakukan adalah mengembalikan pola hidup ke jalur yang sesuai dengan fitrah yang telah Allah tetapkan. Itu berarti:

1. Memahami Mekanisme Tubuh – Tidak lagi melihat tubuh sebagai kumpulan angka, tetapi sebagai sistem hidup yang berusaha bertahan dengan caranya sendiri.

2. Menghentikan Intervensi yang Merusak – Menghindari penggunaan obat-obatan yang justru memperburuk kondisi tubuh dengan mematikan mekanisme alaminya.

3. Memperbaiki Pola Hidup – Menyesuaikan aktivitas dan kebiasaan agar selaras dengan fitrah tubuh, seperti menjaga keseimbangan nutrisi, aktivitas fisik yang sesuai, serta menjaga ketenangan jiwa.

4. Tunduk pada Aturan Allah – Dalam Islam, segala perbuatan harus sesuai dengan hukum Syara’. Jika aktivitas atau kebiasaan hidup bertentangan dengan aturan yang telah Allah tetapkan, maka pasti akan membawa kerusakan.

Selama manusia terus terjebak dalam paradigma yang menyalahkan angka dan mengabaikan mekanisme alami tubuh, kesehatan sejati tidak akan pernah tercapai. Solusi yang benar bukanlah mengubah atau menekan angka, tetapi mengubah pola hidup agar kembali selaras dengan fitrah. Sehat bukanlah soal angka, tetapi tentang bagaimana tubuh dapat menjalankan mekanismenya dengan baik sesuai dengan aturan Allah.

Artikel ini menegaskan kembali bahwa kesehatan tidak boleh diukur hanya dengan angka, tetapi harus dipahami dalam konteks mekanisme alami tubuh. Jika ada yang perlu diubah, bukanlah angka-angka dalam tubuh, melainkan pola hidup agar kembali sesuai dengan fitrah.

Back to Fitrah

Jombang, 25 2 2025

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *